Menganalisa Kekuatan Lawan Dengan Serangan Pukulan, Tinju Menjadi Olahraga Para Kesatria

Fariz tinju

Dua orang kesatria yang bertarung di atas ring, menggambarkan bahwa olahraga tinju termasuk olahraga yang sangat bertumpu dengan kekuatan tangan memukul dan kekuatan tubuh untuk menahan pukulan.

Walaupun tinju di nilai oleh sebagian orang merupakan olahraga ekstrem yang mengandalkan celah dari kelemahan lawan, tetapi strategy ini cukup banyak peminatnya.

Salah satunya Fariz Abditama Virnanda (17), merupakan siswa kelas 12 di SMAN 7 Tangsel ini mempunyai segudang prestasi dalam olahraga tinju.

Fariz menceritakan kepada NYSN bahwa debutnya di olahraga tinju adalah ketika meraih Juara 1 dalam KEJURDA Banten 2012 (48 KG Mini Junior) dan mendapatkan The Best Boxer kategori Mini Junior.

“Saya mulai ikut tinju sejak kelas 6 sekolah dasar di sasana BBC, Benteng Boxing Camp Tangsel. Saya tertarik karena tinju merupakan olahraga yang penuh adrenalin, melatih mental dan untuk bela diri saya sendiri.”ujar Fariz

Setelah itu, Fariz semakin banyak meraih prestasi, antara lain:

1. Juara 1 Rookie fight 2017 (52 KG YOUTH)
2. Juara 1 KEJURDA Banten 2017 (52 KG Youth)
3. Juara 1 POPDA Banten 2016 (52 KG)
4. Juara 1 PORKOT Tangsel 2016 (52 KG)
5. Juara 1 POPDA Banten 2014 (48 KG)
6. Juara 2 KEJURDA Banten 2013 (46 KG JUNIOR)

Bagi Fariz, mengikuti kegiatan tinju dirasakannya sangat bermanfaat dibandingkan waktu kosongnya terbuang sia-sia hanya untuk nongkrong dan melakukan kegiatan negatif lainnya.

Olahraga tinju memang dianggap berbahaya oleh kebanyakan orang, termasuk orang tua Fariz, namun Fariz tetap berlatih dan berusaha menunjukkan bahwa ia dapat menuai banyak prestasi dalam olahraga ekstrim tersebut.

Fariz juga sempat tidak bisa berpartisipasi dalam POPDA Banten 2014. Dua minggu sebelum pertandingan, Fariz terserang virus DBD dan dirawat selama seminggu di salah satu rumah sakit.

Karena hal tersebut, Fariz sempat putus asa dan berpikir bahwa dirinya tidak akan bisa berpartisipasi dalam kejuaraan tersebut, namun para pelatih dan keluarga Fariz terus memberi dukungan kepadanya.

Lebih lanjut Fariz mengatakan bahwa kembali pulih dari sakitnya sekitar seminggu sebelum POPDA Banten 2014 diadakan, di perkirakan waktu yang di milikinya sangat terbatas untuk berlatih.

“Saya mulai latihan untuk mengembalikan fisik saya yang drop karena DBD, lalu di hari pertandingan saya sempat berpikir tidak akan menang karena kondisi fisik saya yang baru saja pulih. Namun saya tidak ingin mengecewakan pelatih, teman, keluarga dan kota Tangsel. Saya bertanding dengan semangat dan tidak disangka saya dapat melaju sampai final dan mendapat medali emas, dimana lawan-lawan saya juga lebih tua dan lebih berpengalaman dari saya pada saat itu.” cerita Fariz.

Remaja yang mempunyai cita-cita bekerja di salah satu perusahaan BUMN ini berencana setelah lulus kuliah nanti dirinya akan fokus bekerja, namun tetap akan membantu melatih junior-junior dalam olahraga tinju.

Fariz berpandangan bahwa tinju merupakan olahraga yang selain dapat menjaga kesehatan, juga dapat menjaga diri dari bahaya yang sedang marak di luar.

“Sebenarnya tinju itu tidak berbahaya karena ada pelatih dan juga wasit yang mengamati. Terutama pelatih, karena mereka mengerti batas kemampuan kita sendiri, jadi pelatih tidak akan memaksakan atletnya jika bertemu lawan yang sudah diluar kemampuan.” ujarnya.(crs/adt)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *