Masuk Pelatnas Merupakan Impian Terbesar Bagi Atlet Bulutangkis Putut Panji Asmoro

Putut-bulutangkis

“Dampak memukul raket dan melompat-lompat membantu meningkatkan kepadatan tulang secara yang alami.” Demikian kutipan dari Jane Taylor, seorang pelatih atlet bulutangkis pribadi di Inggris. Atlet muda bulutangkis bernama Putut Panji Asmoro merupakan Siswa SMAN 3 Tangsel, sudah beberapa kali mendapatkan prestasi dalam olahraga yang menggunakan raket dalam permainannya. Putut, yang sudah berlatih bulutangkis sejak kelas 5 SD ini memang berasal dari keluarga yang turun temurun adalah pecinta olahraga. Namun, Putut juga menambahkan bahwa awal bermain bulutangkis hanya untuk iseng dan mengisi waktu luang saja. “Awalnya cuma ikut pertandingan biasa untuk iseng-iseng. Akhirnya lama kelamaan saya tertarik dan masuk dalam salah satu club bulutangkis.” ujarnya. (02/8) Kepada NYSN siswa kelas XII yang pernah meraih Juara 1 O2SN tingkat Provinsi dan Juara 2 dalam Liga Menpora tingkat nasional ini mengatakan, bahwa peran orang tua dan pelatih tak lepas dari perjuangannya meraih prestasi sampai saat ini. “Orang tua saya sangat berperan dalam mendukung saya, begitupun pelatih saya dari kecil yang biasa saya panggil Kak Jaja. Beliau sangat memotivasi dan mendukung saya selama ini.” kata Putut. Dapat menjadi atlet bulutangkis dan bisa mengikuti berbagai kejuaraan bulutangkis di berbagai tempat, membuat Putut sangat senang karena bisa mempunyai teman-teman baru dan semakin banyak yang memotivasinya. “Saya ingin menjadi pemain nasional dan masuk pelatnas. Di samping itu, saya juga ingin menjadi pengusaha sukses serta bisa kuliah di universitas impian saya yaitu Universitas Brawijaya, Malang. Maka dari itu, hargai waktu sebaik mungkin, jangan disia-siakan dan berlatih terus agar yang diinginkan dapat tercapai.” tuturnya.(crs/adt)

Bagi Gadis Ini, Betapa Berharganya Perjuangan Walaupun Mendapatkan Perunggu Sekalipun Dalam Olahraga Wushu

Sri-Wushu

Meningkatnya peminat olahraga wushu menandakan bahwa kebangkitan olahraga menjadi lebih siap bersaing dalam seluruh ajang internasional. Tidak hanya dari lelaki yang siap menantang lawan tanding dari negara luar Indonesia, bahkan wanita Indonesia juga sudah mempersiapkan merebut gelar juara dari negara pencetus olahraga wushu. Atlet wushu wanita, Sri Yogi Utami, merupakan atlet yang cukup berprestasi dalam bidang olahraga tersebut. Bagi Siswi kelas XI di SMAN 3 Tangerang ini, wushu merupakan olahraga beladiri yang unik. “Saya pertama kali ikut wushu sekitar tahun 2012, waktu itu masih kelas 5 SD. Saya tertarik karena perpaduan seni dan beladirinya unik dan asik.” kata Sri. (26/6) Beberapa gelar yang telah berhasil Sri koleksi diantaranya sebagai berikut: 1. Juara 1 kategori chanquan C dalam Kejurprov Banten tahun 2013 2. Juara 2 kategori nanquan B tingkat propinsi 3. Juara 4 kategori nanquan B National Open 4. Juara 1 dan juara 2 dalam Kejuaraan Kungfu Nasional di Cibubur tahun 2017 Perjalanan Sri sampai bisa berprestasi dalam olahraga wushu juga banyak menemukan halangan. Salah satunya adalah tidak direstui oleh orang tuanya. “Waktu SD sampai SMP terkadang tidak diperbolehkan ikut latihan wushu sama Bapak, tapi saya selalu menunjukan bahwa saya bisa berprestasi di bidang wushu. Sekarang, saya jadi semakin didukung sama orang tua karena prestasi saya, malah kadang suka dimarahin kalau malas latihan.” terang Sri Dalam pandangan Sri, seorang guru, orang tua serta para teman temannya merupakan pendukung yang sangat luar biasa untuk dirinya. Diakui Sri, sang guru sangat sabar mengajarinya bahkan ketika Sri sedang tidak mood untuk berlatih. Juga orang tuanya yang rela meluangkan waktu dan uang untuk Sri selama menekuni wushu serta teman-temannya yang selalu mendukung, menemani dan terus membujuknya ketika Sri mulai tidak niat berlatih. Pengalaman unik juga tak luput mewarnai perjalanan Sri selama mendampingi adik seperguruan pada saat turnamen olahraga wushu di Kota Surabaya. “Waktu itu sekitar pertengahan tahun 2014, saya ikut ke Surabaya untuk mendampingi adik seperguruan. Ketika kesana, kebetulan saya masih berada dalam tingkat wushu kelas chanquan, jadi ketika ada bazaar yang menjual senjata untuk berlatih wushu yang isinya satu set senjata panjang tombak sekaligus tasnya, saya langsung membelinya, ternyata ketika pulang dari sana saya dipindah ke kelas nanquan. Jadi tombaknya tidak terpakai dan harus beli senjata baru lagi.” kata Sri, menceritakan pengalamannya. Terkait masa depannya, Sri mengungkapkan bahwa ia ingin menjadi diplomat sekaligus atlet nasional yang bisa selalu membawa nama indonesia untuk menjadi juara dalam cabang olahraga wushu. Karena baginya, wushu sudah menjadi bagian dari kewajiban yang sudah ia tekuni sejak kecil. “Jangan pernah berhenti kalau merasa capek atau jenuh. Nikmati saja prosesnya, karena itu bisa jadi penopang dalam cerita perjalanan prestasi kita. Karena kalau tidak ada asam, sakit, jenuh, dan capek kalian tidak akan tahu betapa berharganya walau satu medali perunggu sekalipun.” tutup Sri.(crs/adt)