Ini Yang Ditunggu, Rekomendasi 3 Sepatu Olahraga Untuk Kamu

Sepatu dapat memberikan dampak besar terhadap performa berolahraga. Semua produk sepatu pun berlomba-lomba memiliki sisi marketing untuk menarik kamu sebagai pembeli. Agar produk yang ditawarkan seolah-olah semuanya bagus, dan penting untuk dimiliki. Nah, agar kamu tidak bingung, kamu harus punya nih, pengetahuan dan perbandingan produk sepatu olahraga. Berikut ini info buat kamu terkait tiga jenis-jenis sepatu khususnya sneakers yang wajib dipakai untuk pecinta olahraga (versi Menshealth).  Sepatu Lari Rekomendasi, Adidas PureBOOST GO Bagi kamu pecinta lari, kamu butuh penunjang khusus untuk kaki yang nyaman dan lincah saat berlari. Salah satu rekomendasi versi Menshealth adalah sepatu Adidas PureBOOST GO. Sepatu sneakers ini didesain mampu takhlukan jalanan serta trotoar, dan mampu beradaptasi terhadap pelari urban. Bantalan kaki bagian depan yang melebar mampu membuat kaki menjejakkan ke permukaan dengan stabil. Gerakan sepatu ini juga multidireksional loh, serta yang tak kalah keren, PureBOOST GO punya teknologi khusus yang menawarkan pengembalian energi tidak terbatas pada bagian midsole. Wah, setelah baca info diatas, tertarik gak sobat muda NYSN untuk pakai Adidas PureBOOST GO saat berlari? 2. Olahraga Angkat Beban Rekomendasi,Chuck Taylors, Converse Yap, converse merupakan sepatu basic. Olahraga angkat beban membutuhkan sepatu basic juga, terutama saat kamu melakukan gerakan seperti squat, deadlift, sampai ke bench press. Seperti lansiran dari kompas.com, pemilik Syatt Fitness dan pemegang rekor angkat beban lima kali, Jordan Syatt berkata ketika angkat beban, kamu harus menjauhi sepatu ber”tumit”, karena tidak akan memberikan topangan yang maksimal ketika kaki membentuk sudut lebar. Saat squat sepatu ber”tumit” tidak akan memgikuti posisi tubuh yang netral, sedangkan saat deadlift, kamu harus mengupayakan menumpu beban tubuh pada bagian tumit. Nah, jika tumit terlalu terangkat karena sepatu tidak akan baik hasilnya. Maka itu para atlet angkat beban memilih sepatu yang mempunyai alas datar. Menurut lansiran pun, Scott Caulfield, the head strength and conditioning coach di National Strength and Conditioning Association, Amerika Serikat, berkata bahwa Converse Chuck Taylors klasik memenuhi standar kebutuhan angkat beban. Sepatu Chuck Taylors memiliki sol karet datar keras serta bisa menopang tubuh ketika angkat beban berat. CrossFit Training Rekomendasi, Nike Metcon Crossfit atau bisa disebut sejenis latihan yang menggabungkan olahraga kardiovaskular dan angkat beban dalam circuit training ini dinilai cocok dengan sepatu Nike Metcon. Pada Metcon 4 terlihat ada perpaduan sepatu lari Nike dan Nike Kobe 6. Bagian atas sepatu tersebut rendah sehingga dapat mencengkram kaki dengan baik. Performa Metcom sungguh baik, terutama dalam hal fleksibilitas. Sepatu ini didesain untuk digunakan berlari maupun angkat beban. Pada bagian outsole sepatu mampu mencengkram kuat sehingga menawarkan dukungan untuk olahraga seperti rope climbing. Daya tahan yang tinggi menjadikan sepatu Metcon cocok digunakan untuk olahraga interval intensitas tinggi (HIIT).   Keren-keren bukan sepatu yang direkomendasikan versi Menshealth? Apa ada salah satunya yang bikin kamu tertarik mau memakainya? Mulai sekarang,jadilah pribadi yang cerdas dan bijak dalam memilih sepatu olahraga yang akan kamu pakai, karena sepatu bukan hal sembarangan dan nantinya akan mempengaruhi performa kamu dalam berolahraga,loh!   (kompas.com)

PABBSI Kirim 11 Lifter Ke Kejuaraan Dunia Turkmenistan, Atlet 17 Tahun Asal Sulsel Disiapkan Jadi Penerus

Atlet angkat besi asal Sulawesi Selatan (Sulsel), Rahmat Erwin Abdullah, yang masih berusia 17 tahun, gagal menyumbang medali pada Asian Games 2018. Pemuda kelahiran 13 Oktober 2000 itu, kini berangkat ke Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2018 di Ashgabat, Turkmenistan, 1-10 November. (Antaranews.com)

Jakarta- Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat Binaraga dan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABBSI) mengirimkan 11 lifter terbaiknya ke IWF World Championships 2018 atau Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2018, di Ashgabat, Turkmenistan, 1-10 November. Wakil Ketua Umum PB PABBSI Joko Pramono, dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (8/10), mengatakan bila kejuaraan dunia di Ashgabat ini sekaligus sebagai ajang kualifikasi Olimpiade 2020 Tokyo, Jepang. “Saya bersama jajaran PB PABBSI berharap bisa meloloskan atlet sebanyak mungkin demi menpertahankan tradisi medali Olimpiade. Makanya semuanya harus bisa meraih hasil maksimal,” katanya. 11 lifter Indonesia yang diberangkatkan ke Ashgabat adalah Eko Yuli Irawan dan Surahmat untuk kelas 61 kg, Deni kelas 67 kg, Triyatno dan Rahmat Erwin Abdullah kelas 73 kg. Selanjutnya Sri Wahyuni kelas 49 Kg, Yolanda Putri 49 Kg, Sarah Anggraeni kelas 55 Kg, Acchedya Jaggadhita kelas 59 Kg dan Nurul Akmal kelas + 87 Kg. Menurut Joko, tradisi meraih medali pada kejuaraan multi event terbesar di dunia itu memang harus dipertahankan. Salah satu upayanya adalah banyak menurunkan lifter pada kejuaraan yang masuk kualifikasi. Dan kegiatan tersebut dibarengi dengan proses regenerasi. Pada Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro Brazil, Indonesia mampu mengirimkan lima orang lifter dan dua diantaranya yaitu Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni mampu menyumbang medali untuk kontingen Indonesia. Kini, dua lifter muda Indonesia yakni Rahmat Erwin yang baru berusia 17 tahun, kelahiran Makassar (Sulsel) 13 Oktober 2000, dan Yolanda asal Deli Serdang (Sumut) 23 Januari 2000, diharapkan bisa menjadi penerus era Eko Yuli dan Sri Wahyuni, di masa depan,. Sementara itu, Manajer tim angkat besi Indonesia, Sony Kasiran mengatakan, tim saat ini sudah bertolak menuju Ashgabat, dan sebelumnya dilepas oleh Ketua Umum PB PABBSI Rosan Perkasa Roeslani. “Yang menjadi fokus PB PABBSI adalah mengumpulkan poin sebanyak mungkin, untuk perebutan tiket ke Olimpiade Tokyo 2020,” katanya. (Adt)

Nur Vinatasari, Remaja 17 Tahun, Berhasil Meraih Medali Pertama Bagi Indonesia di Ajang Youth Olympic Games 2018

Lifter muda Nur Vinatasari (kanan) meraih medali perunggu dengan total angkatan 162 kg (snatch 72 kg dan clean and jerk 90 kg), di ajang Olimpiade Remaja, di Argentina. (Youth Olympic Games Argentina 2018)

Jakarta- Kontingen Olimpiade Remaja (Youth Olympic Games) 2018, di Buenos Aires, Argentina, meraih medali perunggu dari cabang angkat besi melalui Nur Vinatasari. Turun di kelas 53 kg, pada Selasa (9/10) waktu setempat atau Rabu (10/10) dinihari waktu Indonesia, Nur Vinatasari berhak atas medali perunggu setelah membukukan total angkatan 162 kg, yakni 72 kg untuk angkatan snatch, dan 90 kg untuk clean and jerk. Lifter remaja kelahiran Pringsewu, Lampung, 5 Juli 2001 itu, mengaku bangga dengan prestasi yang diraihnya pada Olimpiade Remaja ini. Menurutnya, kunci dari semua itu adalah kerja keras, tidak mudah putus asa, dan disiplin dalam melakukan segala hal. “Saya bangga dengan prestasi ini. Saya berharap bisa menjadi motivasi bagi anak muda Indonesia lainnya untuk mampu memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara,” ujar Vina, sapaannya, Rabu (10/10). Usai mengukir medali perunggu di Olimpiade Remaja, Vina membentang asa. Ia berharap menjadi yang terbaik pada kejuaraan internasional lainnya. Lebih dari itu, Vina membidik prestasi tinggi bisa menembus Olimpiade 2020, Tokyo, Jepang. Sementara itu, Sabina Baltag asal Rumania meraih medali emas usai mencatatkan total angkatan 177 kg (snatch 77 kg dan clean and jerk 100 kg). Dan, medali perak menjadi milik Junkar Acero asal Kolombia dengan total angkatan 176 kg (snatch 78 kg dan clean and jerk 98 kg). Sedangkan Dito Ario Tejo, Chief de Mission (CdM) Kontingen Indonesia Youth Olympic Games (YOG) 2018, menegaskan dirinya bangga dengan pencapaian lifter muda Indonesia itu. Ia menyebut hasil ini sudah menyamai pencapaian kejuaraan yang sama sebelumnya di Nanjing, Cina, empat tahun lalu. “Kami berharap akan bertambah lagi, ada beberapa cabor lagi yang berpotensi mengharumkan nama bangsa,” ungkap Dito. Olimpiade Remaja 2018 di Buenos Aires, Argentina, berlangsung pada 6-18 Oktober. Terdapat 32 cabang dengan 241 nomor yang dipertandingkan. Kontingen Indonesia mengirimkan 18 atlet untuk berpartisipasi pada 8 cabor. Yakni badminton (Maharani Sekar Batari dan Ikhsan Leonardo Immanuele Rumbai), atletik (Diva Renatta Jayadi dan Adi Ramli Sidiq), renang (Adinda Larasati Dewi Kirana, Farrel Armando Tangkas, Azzhara Permatahani, dan Azel Zelmi Arialingga). Kemudian, angkat besi (Nur Vinatasari), basket 3×3 (Ni Putu Eka Liana, Michelle Kurniawan, Hoo Valencia Angelique, dan Nathania Claresta Orville), menembak (Muhamad Naufal Mahardika), golf (Vania Ribka), dan voli pantai (Bintang Akbar dan Danang Herlambang). (Adt)

Batal Lakukan Start Sempurna, Miskomunikasi Ganjal Triyanto Tambah Medali Angkat Besi

Lifter Indonesia Triyatno, meluapkan emosinya usai berhasil melakukan angkatan "snatch", pada nomor angkat besi putra 69 kg grup A Asian Games 2018, di JiExpo, Jakarta, Rabu (22/8). (antarafoto.com)

Jakarta- Tak ada kejutan yang tercipta dari cabor angkat besi kelas 69 kg putra Asian Games 2018, Rabu (22/8). Dua lifter Indonesia, Deni dan Triyatno, sama-sama gagal meraih medali. Deni mengaku, sudah realistis soal peta persaingan di kelas 69 kg putra Asian Games 2018. “Terima kasih kepada semuanya yang sudah menyaksikan dan support. Ini merupakan penampilan terbaik saya, dan semoga kedepannya saya bisa memberikan yang lebih baik untuk Indonesia” kata Deni, saat ditemui awak media usai pertandingan. Tergabung di Grup B, Deni tak cukup optimis meski mampu meraih Top Six. Ia mengaku pada babak Snatch, dirinya terburu-buru melakukan angkatan, sehingga sulit menjaga keseimbangan tubuh, ketika mengangkat besi. “Saat Clean and Jerk, mungkin endurance saya yang kurang, karena selama latihan, belum pernah coba diluar batas kemampuan,” tambah pria Bogor kelahiran 26 Juli 1989 itu. Pada babak Snatch, Deni sanggup mengangkat 137kg, 141kg, dan 145kg, namun gagal di angkatan ketiga. Untuk Clean & Jerk, ia sukses mengangkat 170kg, 177kg, dan 180kg, tapi gagal di angkatan ketiga, dan meraih total angkatan 318kg. Meski jadi yang terbaik di Grup B, ia tetap tak yakin total angkatan 318kg miliknya, bisa menyaingi para lifter dari Grup A. Dan prediksi itu terbukti. Para lifter dari Grup A, mampu menorehkan catatan yang lebih baik dari Deni, termasuk Triyatno. Triyatno, sebenarnya berpeluang menambah medali angkat besi jadi dua emas, setelah sumbangan dari Eko Yuli Irawan. Sialnya, total angkatan 329 milik Triyatno, hanya menempati posisi keempat, di klasemen akhir kelas 69 kg. Ia kalah dari lifter Korea Utara,  Choi O Kang (336kg), lifter Uzbekistan, Doston Yokubov (331kg), dan lifter Kirgistan, Izzat Artykov (330kg). “Saya minta maaf kepada bangsa Indonesia dan keluarga, karena gagal meraih medali. Mungkin pertandingan tadi, ada miskomunikasi antar saya dengan pelatih,” ungkap Triyatno, paska lomba. Miskomunikasi terjadi di momen angkatan clean and jerk. Seharusnya, Triyato mengawali angkatan clean and jerk dengan bobot 180kg. Tapi, angkatan pertamanya justru menempatkan angka 175kg. Padahal, Triyatno sudah meminta pelatih untuk menambah angkatan pertama. “Di angkatan pertama clean and jerk, harusnya sudah ganti start. Ini malah belum diganti tapi sudah dipanggil duluan. Kalau untuk di snatch, sesuai strategi. Karena tadi di snatch ukuran kedua. Makanya, seharusnya clean and jerk start 180 itu sudah bagus,” jelas Triyatno. “Itu tadi saya bilang, di angkatan pertama, pelatih sudah menempatkan 175, ditaruhnya setelah saya timbang badan. Setelah pemanasan, bisa dinaikkin lagi, tapi lupa diubah. Sedangkan negara lain sudah cepat mengubahnya. Jadi, sedikit miskomunikasi saja,” lifter kelahiran Metro, Lampung, 20 Desember 1987 itu menambahkan. Hal serupa juga disampaikan sang pelatih, Dirja Wihardja. “Betul, kami ada miskomunikasi dari atlet, pelatih dan asisten pelatih. Sebab, peningkatan pergantian angka saat start awal itu hasilnya nanti cukup signifikan, apalagi dari 170 ke 175, begitu seterusnya,” jelas Dirja. Namun, Dirja memahami bila anak asuhnya hanya kurang beruntung meraih medali perak. Sebab selisih total angkatan milik Kazakhastan dengan Uzbekistan, hanya 1kg saja. Pada akhirnya, Triyatno hanya bisa menempatkan 182kg pada angkatan kedua dan 186kg pada angkatan ketiga. Menurut Triyatno, 186kg seharusnya ditempatkan pada angkatan kedua. (Ham) Hasil Klasemen Kelas 69 Kg 1.  Choi O Kang (Korea Utara) Snatch : 147kg, 151kg, 153kg (gagal) Clean & Jerk : 181kg, 185kg, 188kg (gagal) Total : 336kg 2. Yokubov Doston (Uzbekistan) Snatch : 138kg, 143kg, 145kg Clean & Jerk : 181kg, 186kg, 192kg (gagal) Total : 331kg 3. Artykov Izzat (Kazakhastan) Snatch : 143kg (gagal), 143kg, 147kg Clean & Jerk : 178kg, 183kg, 190kg (gagal) Total : 330kg 4. Triyatno (Indonesia) Snatch : 142kg, 157kg, 150kg (gagal) Clean & Jerk : 175kg (gagal), 182kg, 186kg (gagal) Total : 329kg

Strategi Hitung Cermat Tiap Angkatan, Jadi Alasan Eko Yuli Sabet Emas Angkat Besi Asian Games 2018

Lifter Indonesia Eko Yuli Irawan mendapatkan pengalungan medali emas oleh Presiden Joko Widodo, usai menjadi yang terbaik dalam cabor angkat besi kelas 62 kilogram putra Asian Games 2018, di JIExpo, Selasa (21/8). (Riz/NYSN)

Jakarta- Lifter Indonesia Eko Yuli Irawan akhrinya berhasil menuntaskan penasarannya meraih medali emas Asian Games usai memenanginya di Asian Games 2018 di kelas 62 kilogram putra di JIExpo, Selasa (21/8). Atlet kelahiran Lampung 24 Juli 1989 itu meraih medali emas dengan total angkatan 311 kilogram. Eko mengalahkan lifter Vietnam, Van Vinh Trinh, yang memiliki total angkatan 299 kilogram, dan atlet Uzbekistan Adkhamjon Ergashev dengan total angkatan 298 kilogram. Emas yang diraih Eko itu merupakan yang pertama di multievent empat tahunan di Asia. Atlet 29 tahun itu kini sukses menuntaskan rasa penasarannya selama ini untuk bisa mendapatkan medali emas Asian Games. Sebelumnya, Eko mengaku tak ingin menunggu hingga empat tahun ke depan untuk menuntaskan hasrat memiliki emas Asian Games. Eko Yuli pun makin bangga lantaran Jokowi pula yang ikut mengalungkan medali emas kepadanya di podium. “Alhamdulillah Bapak Presiden (Jokowi) dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Imam Nahrawi) bisa menonton. Hanya ini yang bisa saya berikan dan persembahkan, berkat dukungan semuanya,” ujar Eko Yuli. Eko menambahkan, “Saya ucapkan terima kasih kepada PB PABBSI dan pelatnas daerah (Jawa Timur) yang memberikan pembinaan kepada saya sejak 2014,” ucapnya. Kemenangan ini tak mudah diraih mengingat strategi yang disusun sejak latihan di Pelatnas benar-benar harus dihitung dengan cermat, karena lawan lebih dulu unggul selisih angka. “Kami selalu menghitung dengan cerat, apalagi main (bertanding) di angka 175 Kg. Saat Vietnam menentukan angka sekian, saya pun berfikir angka yang sesuai dengan kemampuan saya. Andai langsung (mengangkat) 170 Kg di awal, pasti Korea Utara bisa 180 Kg. Tentu itu sangat berat,” tambah pria kelahiran 24 Juli 1989 itu. Asian Games 2018 merupakan ajang kali ketiga yang diikuti Eko Yuli Irawan. Pada Asian Games pertamanya di Guangzhou, China, pada 2010 prestasi terbaik Eko hanya medali perunggu di kelas 62 kilogram dengan total angkatan 311kg. Prestasi serupa diraihnyai di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, dengan total angkatan 308 Kg. Eko Yuli juga belum pernah meraih medali emas dan juara di Olimpiade serta Kejuaraan Dunia. Dalam tiga kali penampilannya di Olimpiade, Eko Yuli hanya bisa mendapatkan medali perak (2016) dengan total angkatan 312 Kg, dan perunggu di Olimpiade 2008 Beijing serta 2012 di London (317 Kg). Untuk Kejuaraan Dunia, Eko Yuli dua kali mendapatkan posisi runner up di Goyang, Korea Selatan (2009) dan Amlaty, Kazakhstan (2014), serta dua kali di posisi ketiga di 2007 Chiang Mai, Thailand serta 2011 di Paris, Prancis. Sepanjang kariernya sebagai lifter Indonesia, Eko Yuli bukan tanpa medali emas. Anak pasangan Saman dan Martiah itu beberapa kali jadi yang terbaik di Asia Tenggara. Total empat emas diraih Eko di empat SEA Games berturut, yakni 2007 Thailand, 2009 Laos, 2011 Indonesia, dan 2013 Myanmar. Pada SEA Games pertamanya di Thailand, Eko turun di kelas 56 kilogram dan memiliki total angkatan 300 kilogram. Sedangkan empat SEA Games terakhir, ia tampil di kelas 62 kilogram. Pada SEA Games 2011 total angkatan Eko 302 Kg, dua tahun berikutnya meningkat dengan total angkatan 304 Kg. Di SEA Games Malaysia 2017 lalu, pria asal Lampung ini harus puas dengan medali perak, meski total angkatannya naik menjadi 306 Kg. (Ham)

Kalah di Clean and Jerk, Sri Wahyuni Urung Raih Emas Asian Games 2018 Cabor Angkat Besi

Gagal melakukan angkata Clean and Jerk dengan baik, Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, urung menyumbang medali emas Asian Games 2018 cabor angkat besi, di kelas 48 kilogram putri. (Pras/NYSN)

Jakarta- Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, gagal mempersembahkan medali emas Asian Games 2018 angkat besi kelas 48 kilogram putri. Dalam lomba di Hall A2 JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Senin (20/8), atlet 24 tahun itu hanya merebut perak, usai kalah bersaing dengan atlet Korea Utara, Ri Song Gum. Sri mengangat beban seberat 195 kilogram (snatch 88 kilogram dan clean and jerk seberat 107 kilogram). Sedangkan Song Gum melakukan angkata total 199 kilogram (snatch 87 kilogram dan clean and jerk 112 kilogram). Posisi ketiga ditempati Thailand, Thunya Sukchaoen, dengan total angkata 189 kilogram. Atlet Indonesia lainnya di kelas ini, Putri Yolanda, berada di posisi ke-10 dengan angkatan 162 kilogram. Dalam angkatan snatch, Sri berhasil mengangkat beban seberat 88 kilogram pada angkatan pertama, disusul beban 85 kilogram pada angkatan kedua, dan 88 kilogram pada angkatan ketiga. Ia sempat unggul, karena Ri Song Gum mampu mengangkat 86 dan 87 kilogram, tapi gagal pada angkatan 90 kilogram. Namun, pada Clean and Jerk, atlet andalan PB PABBSI ini hanya bisa mengangkat beban 107 kilogram pada percobaan pertama, dan gagal dengan angkatan 112 kilogram pada percobaan kedua. Pesaingnya dari Korea Utara berhasil mengangkat beban seberat 115 kilogram pada percobaan pertamanya. Perak dari lifter kelahiran Bandung, Jawa Barat, 13 Agustus 1994, menambah daftar pundi-pundi medali kontingan Indonesia, sehingga total mengumpulkan 4 emas, 2 perak, dan satu perunggu dalam Asian Games ini. (Ham)

Pelajar SKO Ragunan Ikut Kejuaraan Asia Remaja Angkat Berat di Uzbekistan, Sinyal Positif Pembibitan Junior

Dua atlet SKO Ragunan, Jakarta, mengikuti Kejuaraan Remaja Angkat Berat di Uzbekistan, 20-30 April 2018. (Kemenpora)

Jakarta- Dua atlet pelajar Sekolah Khusus Olahragawan (SKO) Ragunan, Jakarta, yakni Muhammad Fathir (56 Kg Putra) dan Juliana Klarisa (53 Kg Putri), akan bertanding di Kejuaraan Asia. Bertajuk ’19th Asian Youth Weightlifting Championship 2018′, mereka tampil di Uzbekistan, 20-30 April. Kejuaraan Asia yang diikuti 28 negara itu jadi kualifikasi Youth Olympic di Argentina, pada Oktober 2018. Mereka berhak tampil di Kejuaraan Asia setelah menjadi juara tingkat nasional di kelasnya. Fathir juara di kelas 56 Kg Remaja Putra pada Kejuaraan Satria Remaja di Yogyakarta, November 2017.Dan Juliana kampiun di kelas 53 Kg Remaja Putri di ajang yang sama. “Saya ingin kedua atlet ini memberikan prestasi untuk Indonesia. Mereka adalah bibit regenarasi angkat besi melapis seniornya seperti Eko Yuli Irawan, Triyatno dan lainnya,” ujar Raden Isnanta, Deputi III Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) saat melepas keberangkatan dua atlet SKO Ragunan itu, di Lapangan Tenis Kemenpora, Senayan, Jakarta, Rabu (18/4). Saat ini, jelas Isnanta, SKO Ragunan cabang olahraga (cabor) angkat besi tengah membina enam atlet yang terdiri dari tiga atlet putra dan tiga atlet putri. Dan, salah satu atlet putri dikelas 48 Kg atas nama Yolanda Putri, kini tengah menjalani Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Asian Games 2018. “Dalam kurun waktu dua tahun berdirinya cabor angkat besi di SKO Ragunan telah menyumbangkan beberapa atlet andalannya untuk Indonesia. Saya harap ini menjadi sinyal positif sebagai pembibitan di Indonesia,” tutup Isnanta. (Adt)

Singkirkan Malaysia, Lifter 17 Tahun Dari Jambi Sabet Emas

Lifter putri Gusti Melinda raih emas test event Asian Games 2018. (liputan6.com)

Jakarta- Melinda Gusti, lifter putri berusia 17 tahun, sukses meraih medali emas di nomor 75 kg, pada test event Asian Games 2018, cabang olahraga (cabor) angkat besi, di Hall A2, JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (12/2). Ia membuat kejutan setelah mencatatkan total angkatan 204 kg (snatch 93 kg dan clean and jerk 111 kg). Torehan ini mengungguli lifter asal Malaysia, Jabriella Teo Samuel, yang hanya mampu membukukan total angkatan 179 kg (snacth 79 kg, dan clean and jerk 100 kg). Melinda mengaku tegang karena baru pertama kali bersaing dengan negara-negara lain di kejuaraan internasional. “Apalagi persiapan saya singkat. Saya baru sampai Jakarta dari Jambi tiga hari yang lalu,” beber Melinda seperti dilansir bolasport.com, Senin (12/2). Dirja Wiharja, Pelatih Kepala Angkat Besi Pelatnas, mengapresiasi keberhasilan anak asuhnya itu dalam meraih medali. “Ini baru ajang pemanasan. Kami harus lebih intens lagi berlatih untuk menghadapi event sesungguhnya Agustus nanti,” jelasnya. Ia menambahkan pihaknya masih memiliki waktu memperbaiki kelemahan guna meraih hasil terbaik di Asian Games 2018. “Kami masih punya waktu memperbaiki kelemahan. Dan, ketika Asian Games nanti seluruh lifter diharapkan akan tampil dengan kemampuan terbaik mereka untuk memberikan hasil terbaik bagi Merah Putih,” tutupnya. (adt)

Lifter Indonesia Pertanyakan Dimana Perhatian Pemerintah Untuk SEA Games

Lifter Indonesia yang juga merupakan andalan Indonesia, Eko Yuli Irawan mempertanyakan perhatian pemerintah atas kegagalan dirinya dalam meraih medali emas di ajang SEA Games 2017. Menurut lansiran netralnews.com (29/08/2017), Pasalnya, Eko menganggap pemerintah  kurang memperhatikan persiapan cabang olahraga angkat besi. Padahal cabang olahraga ini di SEA Games tidak pernah putus menyumbang medali sejak tahun 2000. Sebagai Lifter Indonesia Eko Yuli telah tiga kali meraih medali di pentas Olimpiade, namun sekarang ia gagal dan hanya mampu meraih medali perak. Ia hanya mampu mengangkat beban seberat 306 kg, turun di kelas 62 kilogram. Medali emas sekarang menjadi milik atlet Vietnam, Trinh Van Vinh yang mencatat total angkatan 307 kg. Sementara atlet Myanmar, Myint Kyi, merebut medali perunggu dengan total angkatan 284 kg. Menanggapi kekalahannya tersebut, peraih perak Olimpiade 2016 itu mengakui persiapan sebelum SEA Games tidak optimal. Persiapan tim vietnam maupun myanmar lebih bagus, sedangkan persiapan tim Indonesia masih sekitar 90 persen. Dari persiapan tersebutlah, Eko amat menyayangkan pemerintah yang kurang memperhatikan persiapan latihan cabang angkat besi. “Selama persiapan, memang kami pernah ditengok di Bandung? Tidak tahu kan pemain kita bagaimana, makanan kami bagaimana. Kami semua pakai biaya sendiri dari PB yang menalangi. Jadi ya mau tidak mau, inilah hasilnya,” terang mantan juara dunia junior itu yang dilansir netralnews.com. “Dan hasil ini sudah melewati rekor-rekor di latihan. Kalau dibandingkan tahun lalu, ya memang ini lebih rendah tapi kalau untuk tahun ini, ini yang terbaik,” lanjutnya. Kegagalan tahun ini sekaligus memutus dominasi Eko dalam empat SEA Games yang telah ia ikuti.