Dua tahun sebelum rezim Orde Baru, tepatnya pukul tiga sore, stadion Gelora Bung Karno sudah dipenuhi 100 ribu penonton. Pukul empat sore, Presiden Soekarno tiba menggunakan helikopter. Lalu, berbarengan dengan seorang atlet Indonesia, Harun Al-Rasjid yang berlari membawa obor untuk menyalakan tungku api. Maka, dimulailah rangkaian acara pembukaan pesta olahraga akbar, The Games of the New Emerging Forces (Ganefo) pada 10 November 1963. Soekarno naik ke podium dan lantang mengatakan, “dengan ini, Ganefo I saya buka!”. The Games of the New Emerging Forces (Ganefo) atau dalam bahasa Indonesia “Pesta Olahraga Negara-negara Berkembang”, singkatnya yakni suatu ajang olahraga yang didirikan oleh mantan Presiden Indonesia, Soekarno pada tahun 1962 sebagai tandingan dari Olimpiade. Ganefo juga menegaskan bahwa politik tidak bisa dipisahkan dengan olahraga, hal ini menentang Komite Olimpiade Internasional (KOI) yang memisahkan antara politik dan olahraga. Ganefo, sejatinya bukan hanya ajang olahraga saja melainkan sarana pertukaran budaya antar negara-negara berkembang yang ada di dunia. Sebelumnya, pada 27-29 April 1963 sesuai intruksi Soekarno, Konferensi Ganefo dilaksanakan secara kilat. Terdapat sepuluh negara hadir sebagai anggota penuh, yaitu; Kamboja, Tiongkok, Indonesia, Guinea, Irak, Pakistan, Mali, Vietnam Utara, Republik Persatuan Arab, dan Uni Soviet. Sedangkan Srilanka da Yigoslavia hadir sebagai pengamat. Maka dari konferensi tersebut, Ganefo dikenalkan dan dikemukakan ke publik untuk pertama kalinya. Dalam pidato Konferensi Ganefo di Hotel Indonesia, Presiden Soekarno menjelaskan tentang tujuan Ganefo yang memang menandingi kubu imperialism dalam sistem olimpiade modern. “Kami dengan senang hati bergabung ke dalam IOC (International Olympic Committee) karena kami sependapat dengan ide yang disampaikan oleh Baron de Coubertin. Tapi apa yang ternyata kami dapatkan dari IOC? Sikap mereka menunjukkan bahwa mereka sekarang hanyalah sebuah alat imperialism dan politik! Kami punya pengalaman pahit dengan Asian Games! Bagaimana perasaanmu, komunis Cina! Ketika kamu dikucilkan dari olahraga Internasional hanya karena kamu negara komunis? Ketika mereka tidak bersahabat dengan Republik Persatuan Arab, ketika mereka mengucilkan Korea Utara, ketika mereka mengucilkan Vietnam Utara, bukankah itu keputusan politik?”, kecam Presiden Soekarno. Ganefo I dilaksanakan pada 10 hingga 22 November 1963 di Jakarta, dengan Indonesia sebagai panitia pelaksananya. Jumlah peserta awal Ganefo mencapai sekitar 2.700 atlet dari 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Pada Ganefo I, Tiongkok menduduki peringkat pertama, sedangkan tuan rumah, Indonesia sendiri menduduki peringkat ketiga. Seiring berjalannya Ganefo, IOC dan federasi internasional mengamati pergerakan ini. Hingga pada akhirnya IOC mengumumkan bahwa mereka tak mengakui adanya Ganefo dan akan mempertimbangkan para atlet yang berpartisipasi dalam Ganefo tidak bisa mengikuti Olimpiade Tokyo 1964. Namun, untuk Indonesia sendiri, mereka tetap berangkat. Setelah sampai di Tokyo, mereka mengancam IOC: megizinkan seluruh kontingen Indonesia untuk ikut Olimpiade. IOC tetap pada keputusannya dan Indonesia pun akhirnya memutuskan angkat kaki dari Olimpiade Tokyo 1964. Tiga tahun berselang, Ganefo II berlangsung pada 25 November-06 Desember 1966, yang sebelumnya dicanangkan akan berlangsung di Kairo, Republik Arab Bersatu pada 1967. Hal ini dipindahkan, kendati adanya pertimbangan politik. Ganefo II diikuti sekitar 2000 atlet dari17 negara dan Tiongkok kembali mendududki peringkat pertama. Kemudian, pada tahun 1970 harusnya Ganefo III tetap digelar. Awalnya Beijing, Tiongkok menjadi tuan rumah. Namun, Beijing menyerahkan pada Pyongyang, Korea Utara. Tetapi, kemudian Ganefo III tidak pernah berlangsung dan sampai saat ini gaung Ganefo tidak pernah lagi terdengar. (Dre)