Kisah Inspiratif Petinju Wanita Indonesia Pertama yang Menjadi Finalis Kejuaraan Asia

Kisah Inspiratif Petinju Wanita Indonesia Pertama Peraih Perak Kejuaraan Asia

Sebuah pencapaian kembali diraih oleh atlet muda Indonesia. Kali ini datang dari atas ring tinju. Adalah Huswatun Hasanah yang mampu mengharumkan nama baik Indonesia di kancah internasional. Petinju berusia 23 tahun itu mencatat sejarah baru sebagai wanita pertama asal Indonesia yang berhasil bertanding di final ASBC Eltire Boxing Championship. Huswatun berhasil meraih medali perak kelas 60 kg pada pertandingan final ASBC Asian Elite Boxing Championship di Dubai, Uni Emirat Arab, pada akhir pekan lalu. Peraih medali perunggu Asian Games 2018 Jakarta itu hanya kalah dari petinju Kazakhstan Rima Volossenko pada partai final yang digelar di Le Meredien, 30 Mei. Dia kalah Referee Stops Contest (RSC). Sebelum memijak partai puncak, petinju kelahiran 27 Januari tahun 1998 tersebut lebih dulu mengalahkan Shoira Zulkaynarova (Tajikistan) di babak semifinal dengan skor 3-2. Meskipun belum berhasil mempersembahkan gelar juara untuk Merah-Putih, medali perak Huswatun sangat bersejarah. Huswatun menjadi petinju wanita pertama Indonesia yang mampu menjadi finalis. Sebelumnya, catatan terbaik petinju wanita Indonesia di Kejuaraan Asia hanya mampu merebut medali perunggu atas nama Rumiris Simarmata (48 kg) dan Veronica Nicolas (50 kg). Sedangkan gelar juara terakhir kali diraih petinju putra Hendrik Simangunsong pada Kejuaraan Asia di Bangkok, Thaiand, 1992. Saat itu ia mengalahkan petinju Korea Selatan Choi Ki-soo di babak final kelas light midlleweight 71 kg. “Akhirnya setelah sekian tahun ada lagi petinju Indonesia yang menembus final Kejuaraan Asia dan ini wanita. Terakhir itu, Hendrik Simangunsong di Bangkok, tapi itu kan putra karena putri saat itu belum ada,” kata Kepala bidang Pembinaan Prestasi PP Pertina, Pahotma Sitompul, dilansir dari detikSport. Huswatun akan diproyeksikan menuju SEA Games 2021 di Vietnam bersama petinju lain yang terbagi dalam dua lokasi, Banten dan Batam. Pertina akan melakukan seleksi kepada sejumlah atlet tinju untuk mendapat 11 petinju terbaik di Jakarta pada 8-9 Juni. “Sekarang ini kan jumlahnya masih 200 persen. Jadi akan ada seleksi lagi untuk diambil 11 atlet terbaik yang terdiri dari 3 petinju putri dan 8 petinju putra,” ungkap pria yang karib disapa Ucok ini. Adapun kelas yang dipertandingkan untuk putri, yaitu 51 kg, 57 kg, 60 kg, sedangkan kelas putra terdiri dari kelas layang, 49 kg, 57 kg, 64 kg, 69 kg, 75 kg, 81 kg, 91 kg. “Saya berharap dengan hasil Huswatun di Kejuaraan Asia, di SEA Games kita mendapat hasil terbaik. Ekspetasi saya sangat tinggi karena Asia saja sudah bisa kita pegang,” Pahotma mengharapkan.

Rencana Pertina Untuk Bangkitkan Petinju Muda Indonesia

Rencana Pertina Untuk Bangkitkan Petinju Muda Indonesia

Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) periode 2020-2024 terpilih, Mayjen TNI (Purn) Komarudin Simanjuntak, telah menyiapkan sebuah rencana untuk mengembangkan potensi petinju muda Indonesia. Rencana tersebut ia siapkan melalui sebuah program khusus yang diberi nama BH 35 RK. Ini menjadi salah satu dari sekian program kerja dari Komaruddin Simanjuntak sejak terpilih lewat Musyawarah Nasional (Munas) Pertina pada 31 Desember 2020 lalu. “BH adalah tagline saya pada proses pemilihan Ketum PP Pertina yang artinya Bersatu Hati. Kalau semua kompak, tidak ada yang tidak bisa,” ungkapnya. Ia melanjutkan jika makna 35 adalah simbol harmonisasi dari Pengurus Provinsi (Pengprov) Pertina yang tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan PP Pertina. Jadi, Komaruddin mengajak semua pengurus pusat maupun daerah untuk Bersatu Hati membesarkan dan menuai prestasi olahraga tinju di Tanah Air. Sedangkan RK singkatan dari Raja KO. Komaruddin mengaku sedih melihat petinju Indonesia kalah dipukul Knock Out (KO). Makanya, dia bertekad untuk membalikkan keadaan itu. “Saya tidak ingin petinju Indonesia menjadi ‘ayam sayur’. Petinju Indonesia harus jadi Raja KO,” katanya. Untuk menjalankan program BH 35 RK, Komaruddin akan membuat program pembanding. Ia mengajak para pengurus untuk berpikir out of the box. Pertina Pusat berencana membuat desentralisasi tinju amatir dengan mempertimbangkan dua opsi wilayah, yakni Batam dan Jawa Barat. Akan tetapi, Komaruddin Simanjuntak lebih cenderung memilih Batam karena Jawa Barat sudah digunakan sebagai persiapan Pra-Olimpiade. Lebih lanjut, Komaruddin akan meminta tiap Pengprov (34 provinsi) mengirim empat calon atlet berbakat berusia 15-16 tahun yang nol pengalaman. Alhasil, PP Pertina bakal memiliki 136 nama calon petinju yang akan digembleng oleh pelatih asing dengan bantuan 6-8 pelatih lokal. Sebelum program latihan berjalan, proses penyaringan awal akan digelar. Seleksi bertahap meliputi faktor psikologi, keshatan, dan anatomi. “Misalkan dari 136 orang yang lulus 100, maka 36 orang akan kami pulangkan ke daerahnya masing-masing,” ujar Komaruddin. Dari 100 orang yang lulus tes psikologi akan disaring menjadi 50 orang lewat tes kesehatan lalu dilanjut ke tes anatomi sehingga mendapat 30 orang pilihan. “Nantinya, 30 orang inilah yang kami bina di kamp secara khusus. Mereka akan digembleng bagaimana menjadi seorang petinju dan akan dievaluasi setiap tiga bulan,” katanya. “Jika mereka berhasil menang KO (dalam uji tanding) maka pembinaan akan dilanjutkan ke program berikutnya. Jika cuma menang, apalagi kalah, otomatis akan dipulangkan, karena progam kami adalah mencari RK atau Raja KO,” pungkasnya.

Kisah Inspiratif: Mary Kom, Petinju Wanita India Pertama Yang Masuk Dalam Olimpiade Musim Panas

Mangte Chungneijang Mary Kom (Mary Kom) adalah atlet tinju dunia yang berasal dari India. Lahir pada 1 Maret 1983, Mary Kom menjadi satu-satunya petinju wanita asal India yang terkualifikasi untuk Olimpiade Musim Panas di London pada 2012 dan berhasil membawa pulang medali perunggu. Bicara prestasi, wanita 34 tahun ini sarat dengan gelar kampiun. Saat tampil di ajang multievent Asian Games 2010, Mary hanya membawa pulang medali perunggu. Namun, empat tahun berikutnya di perhelatan yang sama, ia menebusnya dengan torehan emas. Sebelumnya, Mary adalah pemegang titel juara AIBA Women’s World Boxing Championship selama 5 kali berturut-turut, sejak 2002. Wanita kelahiran Kangathei, Manipur ini juga penguasa Asian Women’s Boxing Championships. Total ia meraih 11 medali, dan lima diantaranya adalah medali emas. Dalam tubuhnya, mengalir darah suku Kom-Kuki (Kuki), salah satu suku dari Kelompok Kuki di Manipur India. Suku Kuki, juga dikenal sebagai Chin, di Negara Bagian Chin, Myanmar dan sebagai Mizo di negara bagian India, Mizoram. Suku ini merupakan sejumlah rumpun suku bangsa yang berkaitan dengan bangsa Tibet-Burma. Tak heran secara fisik, mereka nyaris berbeda dari orang India pada umumnya. Namun, tak banyak yang tahu tentang bagaimana kisah dibalik kesuksesan Mary Kom. Dengan menggunakan nama panggung “Magnificent Mary”, Mary melewati berbagai halangan untuk mengejar cita-citanya sebagai seorang atlet. Yuk kita simak perjalanan Mary Kom. Dilarang Sang Ayah Mengikuti Tinju Mary lahir disebuah desa kecil bernama Kangathel. Kehidupan keluarga Mary dapat dikatakan kurang beruntung. Bersama adik-adiknya, ia membantu orang tua dengan bekerja di sawah sebagai buruh tani, dan juga sekolah jika waktu senggang. Mary memang tidak pandai dalam sekolah, namun ia bisa berlari, melempar lembing panjang dan juga melakukan pukulan yang keras. Mary sudah tertarik dengan olahraga sejak kecil. Ia sudah bermimpi suatu saat akan menjadi atlet yang baik dan menjadi pribadi yang disiplin. Saat ia telah menyelesaikan studinya, Mary pun mencari tahu tentang tinju untuk wanita setelah ia melihat Dingko Singh, petinju yang memenangkan medali emas di Asian Games. Sejak saat itu, ia bertekad untuk bisa masuk kedalam ring tinju. Mary melihat Sport Authority of India (SAI) dan bertemu dengan seorang mantan petinju pria, Ibomcha Singh. Mary pun melewati berbagai serangkaian ujian hingga akhirnya dia berhasil untuk bergabung. Mary memulai karirnya pada 2001. Mary tidak pernah memberitahukan latihannya kepada orang tua hingga ia memenangkan medali  pertama dalam sebuah turnamen di tingkat negara bagian. Saat itu, karir Mary mulai meroket. Tetapi sang Ayah yang keras terhadap dirinya sangat menentang apa yang sudah diraih oleh Mary. Toh, Mary tetap berlatih dengan segala kepedihan yang ia alami. Kecintaan Mary terhadap tinju tetap tertanam hingga ia beranjak dewasa. Vakum Bertanding Tinju Setelah memenangkan juara dunia untuk ketiga kalinya, Mary Kom memutuskan untuk menikah  dengan pria yang juga pernah mengikuti tinju jalanan beranama Onler Kom. Pernikahan Mary yang dilaksanakan dalam puncak karirnya, memiliki imbas terhadap jenjang karir yang ia raih. Mary hamil anak kembar dan secara otomatis menghentikan karirnya. Mary menyibukkan diri sebagai seorang ibu dan mulai melupakan tinju. Namun, berkat dukungan sang Suami, Mary bertekad kembali ke ring setelah vakum selama 2 tahun. Tak mudah bagi Mary untuk memulai karir setelah vakum bahkan ia sempat berselisih dengan Ketua Komite Tinju India untuk tetap bisa mengharumkan nama India meski telah dikaruniai anak. Film Mary Kom Mary mendapatkan perlakuan diskriminasi gender, saat wanita dianggap sebagai makhluk yang lemah dan rawan akan kekerasan. Namun, kemunculan sosok Mary seakan mematahkan statement tersebut. Kisah inspirasi Mary Kom dijadikan film dengan nama “Mary Kom” yang rilis pada 5 September 2014. Ide film ini adalah menjadikan Mary Kom sebagai sosok panutan tokoh perempuan yang tak lebih rendah dari laki-laki. Mary juga dianggap sebagai tokoh yang bisa membantu perempuan untuk mendapatkan hak dan mempertahankan diri jika diperlakukan dengan tidak pantas. Mary merupakan salah satu contoh bahwa kita tak boleh patah semangat untuk mengejar mimpi meski banyak hal yang menghalangi. (put)